08 December 2008

Misteri yang Tak Terpecahkan

Saya suka Sherlock Holmes. Suka kejelian pengamatannya dan kelihaiannya menjahit berbagai potongan-potongan fakta, pola, dan logika menjadi suatu kebenaran.

Saya juga suka saat-saat dimana saya membaca (apa saja: novel, blog, lirik lagu, puisi, status facebook, dll.) dan menggumamkan "waaaaahhh..." dengan mata berbinar-binar seraya kembali mengulang-ulang membaca beberapa kalimat tertentu dalam bacaan tersebut.



Saya beruntung. Kedua hal itu ada di karya Mitch Cullin: "Misteri yang Tak Terpecahkan". Edisi Bahasa Inggrisnya: "A Slight Trick of The Mind"






Berikut kalimat-kalimat yang cukup mempesona bagi saya:

"Tampaknya, kadang-kadang berbagai hal terjadi di luar pemahaman kita, dan yang merupakan realitas tak adilnya adalah bahwa kejadian-kejadian itu, yang sangat tak logis bagi kita, tidak memiliki alasan apa pun yang bisa kita lekatkan padanya, dan itulah gagasan tersulit yang harus kita hadapi dalam hidup ini."

Di atas, adalah jawaban Sherlock atas pertanyaan: "Kenapa dia meninggal Tuan? saya harus tahu alasannya!"

Di bawah, refleksinya mengenai kematian bunuh diri seorang wanita pujaannya:

Dia, untuk alasan yang tidak diketahui, sekadar menarik diri dari problematika manusia dan berhenti mengada. Apakah dunia ini terlalu indah sekaligus terlalu mengerikan bagi segelintir jiwa yang peka, dan apakah kesadaran akan dualitas yang berlawanan ini tak memberi banyak pilihan pada mereka selain untuk mengundurkan diri atas kemauan sendiri?


Novel ditutup dengan suatu uraian miris mengenai rasa kesepian Sherlock di hari tuanya:

...dan apakah ada bedanya jika, pada akhirnya, segala sesuatu akan hilang, berakhir, atau apakah ada bedanya jika tak ada alasan, atau pola, atau logika dasar bagi semua yang telah berlangsung di bumi? Karena perempuan itu telah tiada, tetapi aku masih ada. Tak pernah aku merasakan kehampaan yang sedemikian tak terperi di dalam diriku, dan pada saat itu, kala tubuhku bergerak dari bangku, aku mulai memahami betapa sendirinya aku di dunia ini.



Dan begitulah saya menggumamkan "waaaaahhh..." dengan mata berbinar-binar seraya kembali mengulang-ulang membaca beberapa kalimat dalam Misteri yang Tak Terpecahkan.


Berbahagialah kita untuk keberadaan kita yang tidak sendiri. Untuk keluarga, teman-teman, dan orang-orang yang bisa kita hampiri saat menghadapi kepahitan hidup dan tak ada alasan yang bisa dilekatkan, saat perlu bertanya mengenai: "Apakah dunia ini terlalu indah sekaligus terlalu mengerikan?", saat serta-merta ingin menarik diri dari problematika dan berhenti mengada.

Untuk boleh merasakan kehampaan dan kesendirian, tetapi hanya mencicip, karena demikianlah sebaiknya, hanya mencicip.


Teriring pujian untuk Rika Iffati Farihah dan Emi Kusmiati, penerjemah dan penyelaras aksara untuk novel tersebut yang berhasil mempertahankan keindahan uraian Cullin.